Lama Pacaran Tapi Menikah Dengan Orang Lain

Aku gadis mandiri dengan pemikiran logis. Jalan hidupku jelas, sekolah, kuliah, bekerja dan mapan. Kebahagiaan hidupku dan orang tuaku. Sudah. Sesederhana itu saja.

Menikah dengan orang lainSemua berjalan lancar, hingga aku beranjak remaja memasuki dunia pubertas dan aku dihadapkan pada jamaknya warna warni remaja. Percintaan dan berpacaran.

Sejujurnya, aku bukanlah wanita yang alim iuga, jadi aku pun pacaran. Tapi, kujaga hatiku untuk tidak pernah ikut terlibat dalam tiap hubunganku dengan pria.

Semasa kuliah, aku bahkan bisa memutuskan pacarku tanpa perlu pikir panjang. Meski kadang kala terbesit rasa iri melihat beberapa teman berbinar karna cinta.

Sebuah rasa yang terasa asing untukku kala itu. Terlalu lama ku menjaga hati, sepertinya gumpalan darah itu mulai berkarat dan mati rasa rupanya. Ah.. Aku tak peduli.

Kita bertemu. Hubungan yang kita sepakati untuk dijalani atas dasar pertimbangan logika semata. Kau yang tengah dalam masa pengobatan hati setelah dikhianati pacarmu mempertimbangkan aku sebagai pengganti yang dilihat dari segi apapun terlihat lebih baik darinya.

Sedang aku melihatmu atas dasar pertimbangan “aku bosan dengan pacarku, dan dia terlihat labih baik”.

Hubungan berlanjut kejenjang pacaran. Sikap baik, protetif dan perhatianmu membuatku terpikat. Dan tanpa kusadari, aku telah terjebak dalam candumu.

Suara, perhatian, ketegasanmu terasa candu yang membuatku terikat mutlak. Aku tersadar saat masalah pertama menerpa hubungan kami.

Secara jujur dia mengakui masih mencintai mantannya dulu. Duh, sakitnya nyaris membuatku histeris. Hubungan kami sudah berjalan enam bulan, dan aku apa di sini?

Aku kecewa. Logikaku menolak semua pengertian dan pemahaman. Pisah. Cuma satu itu pilihan yang diserukan logika.

Tapi, cinta telah tumbuh di hatiku. Meski kumaki apa yang kurasa, tetap saja aku tak mampu kehilangannya. Aku tak bisa.

Baca juga:  Penyesalan Abadi

Hingga akhirnya kuputuskan bertahan. Kukatakan padanya jika aku bisa membuatnya mencintaiku. Kami akan bergandengan tangan, saling membantu menghapus nama gadis itu dihatinya.

Setahun setelah kami jadian, dia berubah. Protektifnya makin menjadi, belum lagi cemburu butanya yang membuatku tak mampu berkutik sedikitpun.

Atas paksaannya, bahkan aku membawa keluargaku untuk berkunjung ke rumahnya. Dia inginkan kepastian hubungan kami, dengan datangnya orang tuaku, otomatis hubungan kami menjadi lebih serius.

Meski kesal semua keinginannya ku penuhi. Hingga akhirnya dia mengakui jika cintanya padaku mulai membuatnya takut. Takut kehilanganku. Saat itu aku bahagia, kami telah berhasil membuang masa lalunya.

Semakin hari cintanya semakin dapat kurasakan. Dari tatapannya, usahanya dan kegigihannya membuat cintaku juga kian membesar tak terkendali.

Kami saling mencintai dengan utuh. Seakan dia telah menjadi diriku, begitupun sebaliknya.

Seringkali dia mengucapkan terima kasih karna aku telah datang di hidupnya. Meski dia termasuk orang yang tak kan blak blaka soal cinta, perhatian, cemburu dan protektifnya menjabarkan segalanya.

Berkat usahanya hubungan keluarga kami berjalan baik. Kami hanya perlu menunggu studinya selesai dan kami menikah.

Dalam prosesnya, tak henti hentinya dia selalu mengikatku agar selalu bersamanya. Jangan pernah meniggalkannya. Jika sampai kejadian, dan bahkan mengancam akan menyantetku.

Konyol. Pernah juga dia menyatakan, jika nanti kami berpisah dia memang tak kan gila, tapi seluruh hatinya kan hilang. Hidupnya tak akan pernah sama lagi.

Cinta takkan pernah ada lagi, kerna dulu saat terluka larna cinta, rasa yang dia punya tak lah sebesar sekarang. Kaki saling berjanii untuk setia.

Masalah lebih besar menggoncang hubungan kami saat dia menyelesaikan studinya. Keluargaku mulai menagih janji pernikahannya.

Baca juga:  Pergaulan Bebas Membuat Hidupku Semakin Hancur

Dan entah bagaimana, akhirnya pernikahan kami diundur samapi dia mendapatkan pekerjaan. Meski kecewa kami tetap bertahan.

Hingga cobaan besar lainnya mengahantam. Janji kembali di ingkari. Aku jatuh melihat teman sebayaku telah bersanding.

Aku mulai goyah. Namun dia tak perlah sedetik pun melepasku. Rasa takutnya masih sama, permohonannya membuatku luruh. Aku memilih bertahan. Mengambil resiko menikah semakin tua.

Dia memutuskan untuk bekerja keluar pulau. Janji ini semua untuk kehidupan kami kelak. Untuk anak anak kami. Selama hubungan jarak jauh kami tetap teguh pada janji.

Hingga masa janji pernikahan kembali datang. Walau tanpa ada dia, keluargaku tetap menemui keluarganya. Kami berharap perhitungan lancar.

Dia juga sangat berharap agar kali ini berbuah manis. Namun sayang keluarganya mengelak. Lagi.

Aku kecewa. Pertengkaran terjadi. Dia menyalahkan keluargaku yang tak memakasa keluarganya saja agar kami segera di nikahkan.

Semua kacau balau. Kami sama sama terluka. Impian indah yang telah kami rancang, kembali harus kami sangkarkan.

Sungguh kami berdua merindukan ikatan halal. Sangat rindu.

Aku kembali goyah. Numun kembali dia meyakinkanku. Mengatakan jika kami bisa mengahadapi semua ini berdua. Agar aku jangan pernah meninggalkannya.

Lagi, aku memilih bertahan tanpa janii pasti pernikahan. Bodohnya.

Lalu badai terakhir yang paling dahsyat datang meluluh lantakkan segala pertahanan kami. Keluarganya tiba tiba saja memintanya pulang dari rantau.

Mereka juga mendesak keluargaku untuk mempersiapkan pernikahan kami secepatnya.

Tanpa pemberitahuan di awal, tanpa aba aba keluargaku terdesak begitu saja. Di tengah kecewa pertemuan terakhir dulu, keluargaku meminta penangguhan. Hingga akhirnya kesalah phaman menghancurkan segalanya.

Kami saling berbagi kecemasan via telpon di tengah kericuhan. Keluarganya tiba tiba saja mundur, menetang hubungan yang telah 3 tahun berjalan.

Baca juga:  Cinta Tak Lekang Oleh Waktu

Beberapa waktu, kami masih saling menguatkan. Masih percaya jika hubungan cinta lami masih bisa diselamatkan. Hingga akhirnya ku dengar tangis putus asanya di seberang sana.

Tangis yang tak pernah ada dihidupnya semejak betanjak remaja. Dia menangis pilu menyatakan jika kami memang tak berjodoh.

Aku ikut menangis perih. Seakan seluruh sandaranku dirampas secara paksa. Seolah semua impianku dihempaskan begitu saja.

Ditengah isaknya, aku masih berusaha membujuk. Mengais ngais serpihan kemungkinan jika kami masih punya harapan.

Meski aku sendiri tak yakin. Kumohon jangan lemah dulu sandaranku. Kita masih belum kalah.

Beberapa hari setelahnya… Dia benar benar menyerah untuk berjuang. Meninggalkanku dengan luka berlapis. Waktuku yang tersia sia menunggunya dan hatiku yang terkoyak karna cintanya.

Aku tertatih tatih berusaha untuk terus hidup. Perih benar benar perih. Merelakan benar menorehkan pahit yang terus bertahan sekian la di panggak lidahku.

Sedikit sedikit aku mulai bisa menerima. Mempercayai jika ada hikmah di balik ini semua. Jika inilah jalan terbaik yang sebenarnya kubutuhkan. Tentu Tuhan lebih tahu.

Delapan bulan setelah kami berakhir, ku temukan dia telah mendekati gadis lain. Terlihat lebih baik dariku. Dua bulan betikutnya dia kembali dari petantauan. Mereka akan menikah.

Sekarang setahun lebih dua bulan semenjak perpisahan menyakitkan itu, aku telah menatap ke depan. Tadi siang pertemuan keluargaku dengan calon suamiku.

Rencananya setelah lebaran nanti aku akan menikah. Meski trauma, sekarang aku menggenggam lebih erat masa depanku.

Aku percaya, kali ini semua kan berjalan lancar. Tolong doakan juga sahabat.. Doakan jika inilah hikmah semua yang terjadi menyakitkan dulu. Doakan aku bahagia dan rencana pernikahanku lancar. Aminn.

***
Punya pengalaman hidup untuk dishare ke pembaca ceritacurhat.com yang lain? Tulis dan kirim cerita Anda di sini!

Loading...

One Response

  1. anonim July 27, 2018

Leave a Reply